Senin, 09 Maret 2009

Memahami Hutan Rawa Gambut

Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah

Hutan rawa gambut didefinisikan sebagai hutan rawa yang sumber airnya yang tidak dipengaruhi oleh air sungai tapi hanya berasal dari curahan hujan atau presipitasi saja. Di Kalimantan Tengah luas hutan rawa gambut mencapai sekitar 5 juta hektar.

Penelitian tentang ekologi hutan rawa gambut Kalimantan Tengah sudah dilakukan sejak tahun 1993 dipusatkan di bagian hulu DAS Sebangau dengan melibatkan ratusan tenaga ahli baik dari dalam maupun luar negeri. Ditinjau dari aspek perairan, hutan rawa gambut digolongkan sebagai salah satu jenis dari ekosistem lahan basah. Hal ini disebabkan karena permukaan tanah hutan rawa gambut kadang-kadang sepenuhnya tergenang air.

Dalam periode satu tahun, pada musim hujan hutan rawa ini biasanya akan digenangi air dengan ketinggian dapat mencapai 10 cm di atas permukaan tanah, dan sebaliknya permukaan air tanah akan turun hingga mencapai 60 cm di bawah permukaan tanah pada musim kemarau. Karena sumber utama air di hutan rawa gambut adalah air hujan, maka karakterisitk fisik-kimia air di ekosistem ini sangat berbeda dengan air danau atau air sungai di sekitarnya. Air di hutan rawa gambut biasanya sangat asam dengan pH dapat mencapai 3 dan sangat miskin akan unsur hara.

Karena air yang menggenangi hutan rawa gambut hanya berasal dari air hujan, maka kualitas air di ekosistem ini memiliki kharakteristik sendiri. Sebagai contoh, air permukaan yang menggenangi hutan rawa gambut Sebangau bersifat sangat asam dengan nilai pH berkisar 3,56 dengan conductivity yang sangat rendah hanya 50 μS per cm dan kandungan ion-ionnya yang juga sangat rendah.

Tingkat keasaman air permukaan di hutan rawa gambut Sebangau ini jauh lebih rendah dari nilai pH air hujan yang mencapai 5,88. Asamnya air permukaan ini disebabkan oleh keasaman tanah gambut di lokasi pengukuran yang nilai pHnya dapat mencapai hanya 3,12 saja.

Meskipun demikian di hutan rawa gambut juga hidup beberapa species ikan yang beradaptasi dengan kondisi fisik dan kimia air yang sangat spefifik tersebut. Sebagai contoh, di hutan rawa gambut di daerah Sebangau terdapat 16 species ikan dengan pola migrasi yang berbeda.

Pada saat permukaan air naik, sebagian ikan akan bermigrasi dari sungai dan danau di sekeliling hutan dan mencari makan di hutan rawa gambut ini. Sebaliknya pada saat dasar hutan mengering di musim kemarau, sebagian ikan akan kembali ke sungai dan danau, tetapi ada juga yang ikut membenamkan dirinya di dasar hutan dan tetap tinggal di sana mengikuti turunnya permukaan air.

Ikan-ikan ini biasanya mendapatkan makanannya dari serangga-serangga yang jatuh dari pohon-pohon yang tumbuh di hutan rawa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hutan rawa gambut merupakan ekosistem yang sangat spesifik yang juga dihuni oleh flora dan fauna yang juga spesifik termasuk diantaranya beberapa species ikan yang hanya bisa ditemukan di hutan rawa gambut saja. Kerusakan ekosistem hutan rawa gambut dapat dipastikan akan menyebabkan punahnya ikan-ikan air tawar yang hanya bisa hidup di ekosistem jenis ini.

Ancaman

Akhir-akhir ini keberadaan hutan rawa di Kalimantan Tengah semakin terancam. Beberapa program pembangunan dan aktivitas masyarakat menyebabkan semakin berkurangnya luas hutan rawa gambut di daerah ini. Salah satu penyebabnya adalah proyek pembukaan lahan gambut (PLG) satu juta hektar yang dilaksanakan oleh pemerintah orde baru untuk mengubah lahan gambut menjadi lahan pertanian. Untuk pengaturan irigasi sawah yang akan dibangun, maka pemerintah membuat kanal-kanal raksasa yang membelah hutan rawa gambut tropika di Kalimantan Tengah.

Meskipun proyek PLG sudah dihentikan dampak dari pembuatan kanal-kanal raksasa di areal gambut seluas satu juta hektar tersebut sangat besar. Selain menyebabkan pengeringan hutan rawa, kanal-kanal tersebut akhirnya di gunakan oleh masyarakat sebagai akses untuk melakukan kegiatan penebangan kayu ilegal di hutan rawa gambut. Untuk mencapai kayu-kayu yang masih tersisa di dalam hutan rawa gambut, para penebang liar ini juga biasanya akan membuat parit-parit baru untuk akses pengeluaran kayu dari hutan. Akibatnya air di hutan rawa gambut akan mengalir lewat parit-parit tersebut sehingga hutan rawa gambut yang tadinya selalu lembab dan kadang-kadang terendam air, kondisinya sekarang menjadi semakin kering sehingga sangat rawan kebakaran di musim kemarau.

(sumber : Prof. Dr. Sulmin Gumiri, Dosen Program Magister Sains Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan - Universitas Palangkaraya)

Tidak ada komentar: