Rabu, 04 Februari 2009

OTONOMI DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN DI KALIMANTAN

Tata kelola pemerintahan merupakan frasa birokratis yang sering digunakan oleh diplomat dan lembaga swadaya masyarakat yang bekerja di Malaysia dan Indonesia. Maksudnya adalah mengenyahkan tangan politikus dan kroninya dari kantong masyarakat miskin serta mengizinkan masyarakat mengawasi kebijakan pemerintah dan memperdebatkannya secara bebas.
“Pengelolaan pemerintahan nyaris menentukan semuanya, yang bermakna, jika kita salah melakukannya, hal lain tak ada artinya,” ujar Frances Seymour dari Center for International Forestry Research (CIFOR), sebuah organisasi internasional yang berkantor pusat di Indonesia dan menekuni pelestarian hutan dan perbaikan kehidupan masyarakat di daerah tropik.
Sudah ada kemajuan yang membesarkan hati di Indonesia – setidaknya di tingkat atas pemerintahan – terutama sejak 2004., ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden. Berita yang lebih baik muncul 2005, ketika Jenderal Sutanto diangkat sebagai Kapolri. “Tidak ada kepala penegak hukum lain di dunia yang membuat kemajuan seperti dia,” kata seorang staf senior AS di Jakarta.
Ratusan penangkapan terhadap kegiatan pembalakan liar telah dilakukan sejak saat itu, tidak hanya membidik pekerja lapangan (yang mungkin hanya menerima delapan belas ribu rupiah sehari), namun juga, terkadang pejabat pemerintah dan pembeli kayu tingkat menengah.
Taman nasional Gunung Palung di Kalimantan Barat yang dulu pernah menjadi cerita seram tentang perburuan dan pembalakan liar telah mengalami perubahan besar berkat direkturnya yang jujur dan berdedikasi, beserta pasukan jagawana yang berpatroli dengan pesawat ultra ringan dan perahu motor.
Pada tingkat nasional, banyak menteri Indonesia yang mendapat nilai tiinggi atau setidaknya lulus pas-pasan, dalam hal dedikasi mereka bagi reformasi. “Namun begitu, saya jamin di desa ini pasti mustahil meminta aparat polisi melalukan sesuatu tanpa dimintai sogokan,” tutur seseorang yang terkait dengan kelompok konservasi kecil yang minta namanya tidak disebut.
Di beberapa kabupaten kota kabupaten, hasil paling nyata dari otonomi adalah kantor pemerintahan baru yang mentereng; yang terlihat berikutnya adalah rumah baru yang mentereng milik bupati. “Tantangannya,” ujar Frances Seymour, “adalah bagaimana cara membantu masyarakat dan pemerintah daerah mengambil keputusan yang lebih baik untuk jangka panjang karena yang terjadi sekarang adalah hanyalah masa panen uang yang singkat, sementara sepuluh tahun dari sekarang pekerjaan tak akan ada lagi tersedia dan sumber pendapatan juga akan mongering.” Sedangkan wilayah pedalaman Indonesia akan tetap miskin seperti sedia kala.
Biarpun gedung pencakar langit yang menakjubkan bermunculan di Jakarta, biarpun mobil-mobil baru berjejalan di jalan, fakta penting yang mempengaruhi pelestarian di Kalimantan adalah kemiskinan ekstrem pada sebagian besar orang Indonesia yang mendiami tiga perempat pulau tersebut. Apapun strategi yang dipakai para pakar lingkungan untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati Kalimantan, harus lebih dahulu memberi jalan kepada penduduknya untuk meningkatkan taraf hidup.
“Tak ada yang lebih penting dari rasa lapar,” ujar Albertus dari Green Borneo, kelompok yang berbasis di Pontianak. “Kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik, kondisi ekonomi yang lebih baik – itu yang akan membantu melindungi hutan.
Jadi, begini pesan bagi dunia. Jika kita ingin melindungi hutan Kalimantan, melestarikan bagian yang essensial dari keanekaragaman hayatinya yang mengagumkan, menjamin bahwa orangutan punya tempat untuk membuat sarang setiap malam, dan burung enggang punya buah untuk dimakan, katak terbang punya pohon untuk tempat tinggal, hanya ada satu cara melakukannya. Cara yang menawarkan masa depan yang lebih baik, tanpa harus mengubah hutan menjadi perkebunan kelapa sawit atau lubang-lubang steril tambang terbuka. Dan kita harus melakukannya saat masih ada yang bisa dilindungi.

(sumber : National Geographic Indonesia – November 2008)

HUTAN PENDIDIKAN HAMPANGEN UNIVERSITAS PALANGKARAYA



Pendahuluan
Penataan wilayah pembangunan yang komprehensif untuk pengembangan sektor-sektor strategis dan wilayah potensial sangat diperlukan dalam pencapaian hasil pembangunan yang optimal di suatu wilayah, utamanya wilayah yang berinteraksi langsung dengan kawasan hutan.
Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah seringkali pengembangan wilayah yang ada belum mampu mewadahi dan mengimbangi perkembangan dan potensi sektor pembangunan strategis dan wilayah potensial yang pengembangannya tidak terlepas dari sektor lain. Selain itu, pemanfaatan sumberdaya hutan harus senantiasa mendatangkan manfaat bagi negara, masyarakat sekitar dan mampu melestarikan fungsi hutan.
Sebagai hutan pendidikan yang mempunyai luas lebih kurang 5.000 ha dan dikelola oleh bersama oleh Dinas Kehutanan dan Universitas Palangkaraya, keberadaan hutan pendidikan hampangen memiliki arti penting bagi Provinsi Kalimantan Tengah. Hutan ini memiliki keanekaragaman hayati dan memiliki spesifikasi sebagai hutan rawa gambut sehingga apabila dikelola dengan baik, potensi yang dimilikinya akan memberi manfaat yang besar bagi kemajuan Universitas Palangkaraya maupun bagi Provinsi Kalimantan Tengah.
Dibandingkan dengan hutan pendidikan yang dikelola perguruan tinggi lain di Jawa, semisal IPB atau UGM, maka luas hutan pendidikan hampangen termasuk luar biasa. Hutan pendidikan yang secara legal ditetapkan berdasarkan SK Menhut Nomor 311/Kpts-II/1993, tanggal 17 Juni 1993, tentang Perubahan fungsi sebagian Kawasan Hutan Produksi Tetap, dari eks HPH PT. Ratithara, yang sekarang termasuk dalam wilayah kerja Inhutani III.
Saat ini vegetasi dominan di kawasan ini adalah tumih (tanah-tanah), juga geronggang, dan ramin serta jelutung. Sedangkan tanaman introduksi adalah akasia mangias dan waru. Di kawasan hutan ini juga dapat dipelajari proses suksesi tanaman dan perubahan dominasi tanaman setelah terjadinya kebakaran lahan. Dengan luas segitu, komplit lah…

Potensi Hutan Pendidikan Hampangen
Keberadaan beraneka flora dan satwa di hutan pendidikan Hampangen menjadikan hutan pendidikan ini dapat menjadi tempat observasi dan semacam laboratorium lapangan bagi mahasiswa maupun peneliti untuk mengamati hutan rawa gambut khas kalimantan. Sebagiannya juga dapat dijadikan contoh pengelolaan hutan lestari, sehingga dapat menjadi demonstrasi plot (demplot) tentang pengelolaan hutan berkelanjutan.
Hutan Pendidikan Hampangen yang terletak di Jalan Tjilik Riwut Km. 58 sampai km 68 pada ruas jalan raya trans Kalimantan yang menghubungkan Palangkaraya-Kasongan, mempunyai letak strategis, sehingga punya potensi besar menjadi salah satu tujuan untuk wanawisata di Kalimantan Tengah. Apalagi jika hutan pendidikan ini dibangun prasarana dan sarana yang memadai.
Untuk meningkatkan potensinya -mengingat hutan pendidikan ini cukup luas- dapat juga menjadi semacam kebun raya yang mengoleksi berbagai jenis tumbuhan di hutan rawa gambut yang menjadi semacam bank plasma nutfah bagi tumbuhan asli kalimantan. Kedepan, banyak sekali potensi yang dapat digali dari kekayaan keragaman hayati hutan rawa kalimantan, seperti tanaman sarang semut ( Myrmecodia, sp) yang ditengarai potensial menjadi obat kanker, juga pasak bumi (Eurycoma longifola), dan lainnya. Termasuk tanaman hias yang eksotis yakni kantong semar (Nephentes) dan sejumlah anggrek khas kalimantan.

Manfaat Hutan Hampangen
Sebagai hutan pendidikan, Hutan Pendidikan Hampangen bermanfaat sebagai hutan pengamatan dan hutan penelitian bagi keperluan pendidikan dan penelitian di Universitas Palangkaraya, maupun untuk penelitian dari lembaga penelitian maupun perguruan tinggi lainnya, baik di Indonesia maupun manca negara. Tidak hanya berkaitan dengan ilmu-ilmu kehutanan, tetapi juga bidang ekologi/lingkungan, pertanian, maupun perikanan, terutama yang menyangkut pengembangan ilmu dan teknologi pengelolaan sumberdaya hutan rawa.
Dalam hutan ini juga dapat dilakukan ujicoba atau kaji terap untuk keperluan penelitian ataupun adaptive research yang berkaitan dengan ilmu-ilmu kehutanan, perikanan, pertanian, ilmu lingkungan, maupun ilmu biologi lainnya yang berkaitan dengan hutan rawa gambut, pengembangan daerah aliran sungai, dan lahan basah.
Sebagian kawasan dapat pula dimanfaatkan sebagai pusat pengembangan sistem produksi perkayuan lokal, karena terdapat beberapa jenis tumbuhan kayu bernilai ekonomis di hutan pendidikan ini seperti jelutung (Dyera, sp), tengkawang (Shorea, spp), ramin (Gonystylus bancanus), dan katiau (Ganna metloyauma). Diharapkan dengan pengelolaan yang demikian maka Hutan Pendidikan Hampangen dapat menjadi penyedia benih maupun bibit berbagai komoditas yang berasal dari hutan rawa gambut.
Selain itu manfaat lain yang besar faedahnya dari Hutan Pendidikan Hampangen adalah fungsi ekologis untuk memelihara lahan gambut dan keseimbangannya, mempertahankan stabilisasi iklim, dan mempertahankan sumberdaya genetik (plasma nutfah). Dalam kerangka program REDD (Reducing Emission from Deforestation and Degradation) alias pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, Hutan Hampangen dapat menjadi salah satu demplot yang dapat diajukan sebagai bagian dari program REDD tersebut.